Bencana

Kutanyakan pada bintang, pada rembulan, pada matahari... semuanya bisu..tidak ada yang bisa menjawab, kemudian kutanyakan pada diriku sendiri, kutanyakan pada orang lain, kutanyakan pada bangsa...semuanya terdiam... tidak mau menjawab, termasuk diriku sendiri. Yang kutanyakan sangat sederhana, mengapa kita selalu tertimpa bencana. Bencana ideologi, bencana politik, bencana ekonomi, bencana budaya, bencana keamanan dan pertahanan dan sejuta bencana lainnya.
Bencana ideologi... anak-anak bangsa kita lebih suka dengan ideologi bangsa lainnya ketimbang ideologi bangsanya sendiri, mulai dari sikap, perilaku, tindakan dan gaya hidup sehari-hari, tidak lagi ada rasa malu, tidak lagi menghormati orang lain, intoleransi, brutal, tidak etis baik dalam ucapan maupun tindakan. Bencana politik, kebijakan publik tidak lagi mengedepankan kepentingan rakyat/mensejahterakan rakyat, namun cenderung mengedepankan kepentingan kelompoknya, yang pada akhirnya konflik horizontal dan vertikal tak terelakkan lagi, hanya karena mencari dan mempertahan kekuatan dan kekuasaan. Regulasi yang dibuat tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Bencana ekonomi, konsumerisme masyarakat menjadi alasan untuk memperluas cengkraman sistem kapitalisme, kepentingan umum dikonversikan menjadi kepentingan orang berduit, koperasi hanya dijadikan jargon politik penguasa negeri ini, yang terjadi di masyarakat adalah rentenir yang berkedok koperasi dan badan usaha milik orang kaya, eksesnya adalah manipulasi, kolusi, korupsi dan sejuta dalih lain untuk mendapatkan materi. Bencana budaya, kearifan lokal, social capital tidak lagi dapat diaktualisasikan oleh generasi muda bangsa ini, mereka lebih bangga dengan gaya hidup kebarat-baratan, budaya sendiri seringkali dilupakan dan lebih prestisius dengan budaya asing, dengan dalih untuk menyalurkan hoby dan bakat malah membuat orang lain resah, group/geng/dan ikatan-ikatan lainnya hanya dijadikan alasan untuk berekspresi semata. Bencana pertahanan dan keamanan, pencurian ikan, kayu, minyak bumi dan gas, barang tambang dan mineral, kenapa dibiarkan terus menerus terjadi, inilah ekses dari sistem kapitalisme yang merambah seluruh negeri ini. Bencana lainnya, kapal tenggelam, kecelakaan kereta api , tabrakan bus, sepeda motor/mobil, terjadi dimana-mana, ironisnya orang lagi nongkrong di pinggir jalan atau dirumah saja sudah tidak merasa aman, karena takut diseruduk mobil. Kenapa bangsa ini selalu kena bencana...dan bencana...Mari kita mawas diri kedalam mawas diri keluar...

Kilas Balik

Lebih kurang dua belas tahun lalu tahta kepresidenan Soeharto lengser, diserahkan tampuk kepresidenannya kepada BJ. Habibie. Dalih otoritarian regime Soeharto menjadi pemicu gerakan untuk tegakknya konstitusi yang dipandang sudah keluar dari rel yang sebenarnya. Gerakan itu adalah reformasi, dengan sejuta harapan rakyat Indonesia dengan gerakan reformasi dapat meningkatkan kesejahteraan, keadilan, kenyamanan, keamanan, dan harapan-harapan lainnya, yang selama massa orde baru tidak mereka rasakan. Begitu lamanya penantian dan harapan rakyat Indonesia dari gerakan reformasi, namun yang didapat adalah ketidakpastian. Tidak dipungkiri bahwa fakta sejarah membuktikan dalam hal kehidupan demokratisasi terdapat kemajuan, meskipun dalam sisi lain ada hal yang tidak dikehendaki masyarakat banyak, karena pemilu sekarang lebih banyak mengeluarkan biaya, sementara rakyat kecil mengharapkan sesuap nasi. Kondisi faktual sekarang ini perlu menjadi renungan, kajian kita bersama untuk membangun dan mewujudkan cita-cita nasional dan tujuan nasional bangsa Indonesia. Apakah mau diteruskan model dan sistem yang selama ini berjalan atau mau kita benahi dan rombak sesuaikan dengan konstitusi dasar dan falsapah bangsa kita.

Nilai-Nilai Luhur Bangsa "Quo Vadis"


Istilah “Quo Vadis”   sering dimaknai sebagai Mau Kemana/mau dikemanakan ? , kata yang mengandung makna “pertanyaan” perlu mendapat jawaban dan alasan yang menjadi latar belakang munculnya pertanyaan dimaksud. Pertanyaan tersebut ditujukan kepada siapa, apakah kepada pejabat negeri ini..! elit politik…! Penegak hukum…! Atau kepada kita semua anak bangsa.

Nilai seringkali dikaitkan dengan istilah dalam filsafat, karena nilai merupakan salah satu kajian dalam filsafat. Istilah nilai dalam filsafat digunakan untuk menunjuk kata benda yang abstrak artinya “keberhargaan” (worth) atau kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan dalam menilai atau melakukan penilaian, (Frankena, dalam Kaelan 2010:87). Dalam konteks sosiologi nilai diartikan sebagai kemampuan yang dipercayai yang ada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai pada khakekatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Misalnya, bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah dan susila adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Oleh karena itu, nilai adalah suatu kenyataan yang “tersembunyi” dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai. 

Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Ada tiga hal yang terkait dengan nilai budaya  yaitu : Simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata . Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut; Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).
Contoh nilai budaya lain dalam meraih cita-cita nasionalnya
  1. Nilai Budayalah yang membuat bangsa Jepang cepat bangkit sesudah kekalahannya dalam Perang Dunia II dan meraih kembali martabatnya di dunia internasional. 
  2. Nilai Budayalah yang membuat bangsa Vietnam tidak bisa ditaklukkan, bahkan mengalahkan dua bangsa yang secara teknologi dan ekonomi jauh lebih maju, yaitu Perancis dan Amerika. 
  3. Kekuatan Nilai Budayalah yang membuat Korea Selatan sekarang jauh lebih maju dari Indonesia, walaupun pada tahun 1962 keadaan kedua negara secara ekonomi dan teknologi hampir sama. 
  4. Kekuatan Nilai Budayalah yang membuat para pejuang kemerdekaan berhasil menghantar bangsa Indonesia ke gerbang kemerdekaannya (Gedhe Raka, 1997 ). 
Mau Kemana Nilai-Nilai Luhur Bangsa Indonesia? Ya.. Indonesia yang kaya raya sumberdaya alamnya  dan subur, sehingga dikatakan orang sebagai jamrut khatulistiwa, karena kesuburannya, tongkat dan kayupun jadi tanaman. Namun ironis bngsanya masih banyak yang miskin. Masyarakat agraris yang dibangga banggakan di buku sejarah sekolah dasar ternyata hanyalah isapan jempol oleh mahasiswa kritis. Tetapi Indonesia memang rajanya membuat istilah, kalo di luar negeri kita kenal istilah ekonomi liberal dan sosialis, di Indonesia dikenal dengan ekonomi kerakyatan, meskipun secara sumir sangat jelas bahwa ekonomi kerakyatan itu, identik dengan ekonomi sosialis. Ketidak mampuan bagi pejabat kita untuk mengambil keputusan menjadi bencana bagi bangsa ini, karena kita tidak pernah berani mengambil keputusan untuk memilih, kita hanya berani berada di tengah tengah. Nilai budya bangsa mulai luntur dan berdampak pada bencana diberbagai segi kehidupan, mulai dari krisi moral, krisis politik, ekonomi/moneter, krisis kepercayaan (distrust), kekerasan, konflik antar golongan/ras/agama/antar daerah, konflik antar parpol, masyarakat dengan pemerintah di daerah,


Pengaruh global

Eksistensi suatu bangsa  di era globalisasi mendapat tantangan yg sangat kuat, terutama krn pengaruh kekuasaan int.Berger dlm The Capitalis Revolution, era globalisasi dewasa ini ideologi kapitalislah yg akan menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, sosial, politik dan kebudayaan. Perubahan global ini menurut Fukuyama (1989: 48), membawa perubahan suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular ke arah ideologi universal dan dalam kondisi seperti ini kapitalismelah yang akan menguasainya. Jika pendapat kedua pakar tadi kita renungkan sejenak dan melihat kenyataan di masyarakat kita yang sebenarnya, tidak dapat kita pungkiri, realitas social bangsa ini terindikasikan kearah yang disebutkan oleh kedua pakar tadi, artinya kita perlu mempelajari kembali sejarah perjuangan bangsa, perlu menggali kembali nilai-nilai luhur bangsa.
Indonesia sebagai Negara bangsa, Indonesia adalah negara Multibudaya , sejak dahulu  masyarakatnya  terdiri dari berbagai suku bangsa  yang beragam budaya, bahasa  dan agama. Sejalan dengan arus globalisasi berbagai budaya  asing yang ditopang oleh teknologi informasi masuk ke alam pengetahuan masyarakat Indonesia. Budaya asing itu lambat laun  mendominasi tata hidup masyarakat indonesia, mengalahkan budaya lokal, sehingga bangsa Indonesia dikhawatirkan kehilangan jati dirinya. Indonesia setelah merdeka lebih 60 tahun telah banyak meraih kemajuan di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, dan keagamaan. Kemajuan tersebut juga ditandai oleh pengakuan internasional. Stamina spiritual dan intelektual bangsa ini tidaklah kalah bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Namun energi yang positif itu sampai batas tertentu terbuang sia-sia karena ketidak sungguhan dan berbagai kesalahan kolektif , yang terkait dengan melemahnya visi dan Nilai Budaya bangsa.kelemahan Nilai Budaya bangsa menjadi beban nasional yang berat ketika berakumulasi dengan berbagai persoalan internal yang kompleks, seperti kemiskinan, pengangguran, kebodohan, keterbelakangan, korupsi, kerusakan lingkungan, utang luar negeri, dan perilaku elite yang tidak menunjukkan keteladanan. Nilai Budaya bangsa semakin menurun dengan adanya faktor eksternal seperti intervensi kepentingan asing dan dampak krisis global dalam berbagai aspek kehidupan. Tantangan yang paling berat bangsa kita saat ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah; Menipisnya nasionalisme, lunturnya semangat gotong-royong,  menguatnya ikatan2 primordial, merajalelanya tindakan-tindakan kekerasan  dll, bahaya lagi suatu saat  manusia Indonesia menjadi manusia “marginal”
Nilai-nilai luhur bangsa
Sejak Proklamasi kemerdekaan 1945, secara eksplisit bangsa Indonesia telah memiliki cita-cita (Visioner), yaitu Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat, adil dan makmur. Nilai cita-cita tersebut perlu diimplementasikan dalam bentuk regulasi dan kebijakan lain dari pemerintah, untuk mengejawantahkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Cita-cita nasional dan falsafah bangsa yang ideal itu perlu ditransformasikan ke dalam visi nasional dan Nilai Budaya yang dapat diwujudkan ke dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.Dalam falsafah dan ideologi negara terkandung ciri keindonesiaan yang memadukan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan (humanisme religius). Nilai-nilai tersebut tercermin dalam hubungan individu dan masyarakat, kerakyatan dan permusyawaratan, serta keadilan dan kemakmuran. Nilai-nilai dasar kebangsaan Indonesia bersumber dari nilai-nilai budaya yang dimiliki bangsa kita. Semangat kebangsaan adalah adalah penggerak nilai-nilai yang terdapat di dalam jiwa dan menjadi ruh bangsa Indonesia. Nilai dasar kebangsaan itu statik, sedangkan nilai yang  bergerak terus yang menjadi pendorong semangat kebangsaan adalah nilai instrumental atau nilai praksis yang senantiasa dapat disesuaikan dengan konteks dan situasi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia setiap saat. Oleh sebab itu semangat kebangsaan inilah yang senantiasa harus terus menerus kita upayakan. Nilai kebangsaan yang secara umum terdapat pula dalam nilai-nilai budaya masyarakat suku bangsa Indonesia tersebut, dijadikan tali pengikat atau simpai yang menjalin persatuan berbagai suku bangsa tersebut menjadi satu bangsa. Usaha menjalin persatuan bangsa Indonesia  yang membingkai persatuan menjadi satu bangsa yang merdeka dan berdaulat adalah melalui pendidikan.
Kenyataan dalam kehidupan bangsa
Krisis Nilai Budaya manusia Indonesia ditunjukkan dengan  premanisme (act of self distruction) yang semakin kuat. Ada kecenderungan pada masyarakat kita kurang mengembangkan potensi daya saing secara optimal dibandingkan dengan bangsa lainnya. Ada kecenderungan menguatkan konflik horisontal yang melemahkan integrasi bangsa seperti halnya ; kasus Trisakti , kasus “Koja Priok”, Kasus Ambon, Ahmadiyah, kasus Mesuji, kasus Bima dll. Hal ini  terjadi karena makin memudarnya nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup semangat dan kesediaan untuk bertumbuh kembang bersama, secara damai dalam kebhinekaan. Memudarnya rasa dan ikatan kebangsaan, Disorientasi nilai keagamaan, Memudarnya kohesi dan integrasi sosial,Melemahnya mentalitas positif.  Oleh karena itu, dalam kehidupan bangsa Indonesia diperlukan penguatan rasa kebangsaan, keber-agama-an yang transformatif, integrasi sosial, dan penanaman nilai-nilai kepribadian yang kuat dan Nilai Budaya Bangsa, nilai budaya bangsa itu tercermin dalam sikap, tindakan, perilaku, aktualisasi diri yang mengedepankan nilai-nilai manusia yang selaras hubungannya dengan  Tuhan YME, sesama manusia dan alam lingkungannya. Transformasi Nilai Budaya Bangsa itu dapat dilakukan melalui Pendidikan formal, non formal dan informal.
Dalam filosofi suku bangsa Sunda dikenal dengan nilai-nilai kehidupan sbb;
1.       Relijius;   yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian taat beribadah, jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong menolong, dan toleran;  ( Bener)
2.        Moderat; yang dicirikan oleh sikap hidup yang tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani, serta mampu hidup dan kerjasama dalam kemajemukan; (Bageur)
3.       Cerdas;  yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian yang rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju; (Pinter)
4.       Mandiri; yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan hubungan antarperadaban bangsa-bangsa. (singer)
Nilai-Nilai Pendukung Transformasi  Budaya Bangsa
1.       Nilai Spiritualitas ini menampilkan keberagamaan berkemajuan, yaitu keberagamaan yang berorientasi kepada etika atau akhlak, dan penyeimbangan antara kesalehan individual dan kesalehan sosial. Nilai Budaya untuk hidup berkebudayaan yang maju dan unggul. Nilai Budaya yang demikian dapat ditampilkan dalam idiom “taat beragama, maju berbudaya”. (taat agamana, maju budayana) ;
2.       Kemajuan bangsa terkendala oleh lemahnya disiplin terhadap waktu dan norma hukum yang berlaku. Kebiasaan yang tidak positif ini perlu diubah menjadi Nilai Budaya bangsa yang menghargai waktu sehingga mendorong produktifitas dan daya saing, serta mematuhi norma-norma hukum untuk terwujudnya ketertiban sosial serta menghindari tindak kekerasan dan kecenderungan main hakim sendiri.
3.       Solidaritas ini diharapkan mengejawantah dalam bentuk kesetiakawanan sosial dan toleransi terhadap perbedaan. Selain itu, solidaritas kebangsaan menampilkan orientasi yang mengedepankan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok atau golongan. Perlu ditanamkan kebiasaan untuk hidup berdampingan secara damai atas dasar saling memahami, saling menghormati, dan saling tolong menolong untuk kepentingan dan kemajuan bersama.    (ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salebak)
4.       Kini saatnya dikembangkan Nilai Budaya bangsa yang menghilangkan rasa rendah diri untuk menjadi bangsa yang memiliki kepercayaan diri untuk berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain.
5.       Ketergantungan baik individu maupun masyarakat mengakibatkan kurang percaya diri dan mengurangi kebebasan berkreasi, ekspresi, inovasi dan mengekang kebebasan berpendapat ;
6.       Bangsa Indonesia sebagai bangsa besar dan kaya dengan sumber daya alam memiliki peluang untuk bangsa maju dan unggul. Karena itu diperlukan Nilai Budaya yang berorientasi kepada prestasi dengan semangat kerja keras. Dalam hal ini dapat ditanamkan semangat kepada segenap anak bangsa, bahwa “kita mampu jika kita mau” dan “mengapa tidak menjadi yang terbaik?”.






Ulama dan politik lokal




Begitu kuatnya  peran politik ulama dalam ranah politik kota Tasikmalaya disebabkan karena isu-isu populis yang paling diterima oleh sebagian besar pemilih rasional adalah isu-isu seputar religiusitas dan nilai-nilai Islam, disamping itu jaringan ketokohan ulama sangat kuat dan menguasai simpul-simpul massa sampai ke pelosok-pelosok. Ulama oleh para politisi yang akan bertarung pada Pemilukada Kota Tasikmaalaya 2012 mendatang dijadikan sebuah simbol pencitraan kepada masyarakat. Citra diri yang ingin dibentuk manakala calon tersebut menggandeng ulama adalah citra yang religius dengan komitmen mengangkat nilai-nilai religius Islam. Bahkan ada analisa yang berkembang dikalangan intelektual lokal kota Tasikmalaya, kemenangan H. Syarif pada Pemilukada 2007 lalu adalah janjinya  bersama-sama dengan ulama akan membuat Peraturan Daerah berbasis syariah, maka pada 2009 lalu lahirlah Peraturan Daerah nomor 12 tentang Tata Nilai. Bahkan ada ulama  mengatakan bahwa Peraturan Daerah tersebut hampir semuanya mengadopsi peraturan hukum  di Aceh.
Pemetaan peran ulama dan respon ulama pada Pemilukada kota Tasikmalaya 2012 mendatang disampaikan oleh KH. Mufti, dia adalah Sekretaris Eksekutif Majelis Ulama Indonesia Kota Tasikmalaya. Dia mengatakan bahwa setiap kontestasi politik termasuk Pemilukada, ulama akan selalu melibatkan diri dengan cara memberikan dukungan kepada salah satu calon yang akan bertarung. Dari sisi idealitas, komitmen ulama ketika melibatkan diri pada politik praktis adalah dalam rangka memperjuangkan atau mengakomodasikan nilai-nilai Islam ke dalam tataran kebijakan.
Pemetaan ulama yang disampaikan oleh KH.Mufti, pertama, ulama kharismatik yang tidak memiliki jabatan struktural di partai politik atau di organisasi politik yang memiliki afiliasi pada kekuatan politik tertentu, kedua  ulama kharismatik yang memiliki jabatan struktural di partai politik atau di organisasi politik yang memiliki afiliasi pada kekuatan politik tertentu, ketiga ulama ditingkat akar rumput yang tidak memiliki jabatan struktural di partai politik atau di organisasi politik yang memiliki afiliasi pada kekuatan politik tertentu dan yang keempat adalah ulama akar rumput yang memiliki jabatan struktural di partai politik atau di organisasi politik yang memiliki afiliasi pada kekuatan politik tertentu.
Kelompok ulama pertama merupakan kelompok ulama yang tergolong independen, tapi kemudian pada saat menjelang Pemilukada akan menentukan dukungannya kepada salah satu calon yang dipicu oleh faktor kedekatan, ideologi, komitmen. Dua cara keterlibatan ulama adalah didekati atau mendekati.
Kelompok ulama yang kedua merupakan kelompok ulama yang memang telah memiliki afiliasi politik tertentu, jadi modal politiknya telah dibangun berdasarkan jaringan yang telah terbentuk, entah di partai politik atau organisasi politik tertentu. Walaupun pada kenyataannya berkaca pada Pemilukada 2007 berdasarkan konstelasi politik yang terus berkembang dukungan ulama kelompok ini tidak melulu berdasarkan jaringan partai politik atau organisasi politik yang sudah dibangun, tapi dukungan itu berdasarkan pendekatan ketokohan calon yang akan bertarung.
Kelompok ulama yang ketiga, sama halnya dengan kelompok ulama yang pertama, mereka cenderung independen, tetapi karena hirarkis jaringan ulama dari atas hingga ke akar rumput, akhirnya ulama ditingkat akar rumput ini akan melibatkan diri untuk dukung mendukung kepada salah satu calon. Tapi sebagian besar ulama akar rumput ini tidak pernah melibatkan diri secara aktif dalam mendukung salah satu calon, sifatnya hanya sekedar memfasilitasi calon dengan masyarakat ketika calon tersebut melakukan safari politik ke daerahnya, karena seperti biasanya bila salah satu calon ingin bersafari politik ke pelosok daerah, orang pertama yang dikunjungi atau diminta memfasilitasi adalah ulama.
Dan terakhir adalah kelompok ulama keempat. Kelompok ulama ini sama halnya dengan kelompok ulama yang kedua, mereka sudah memiliki afiliasi politik tertentu sehingga akan mudah ditebak kepada siapa ulama itu memberikan dukungan. Tapi lagi-lagi karena adanya perubahan dinamika politik yang ada, ulama ditingkat akar rumput ini memberikan dukungan dengan bebas tanpa adanya keterikatan dengan partai atau organiasai politik yang mempunyai afiliasi dengan calon tertentu.
Dari pemetaan diatas, bisa disimpulkan bahwa respon ulama menjelang Pemilukada 2012 sama halnya respon ulama pada Pemilukada 2007, bahwa dalam seiap konstelasi politik  dalam tataran idealitas para ulama ingin memperjuangkan nilai-nilai religius,  Tetapi karena berbagai dinamika dan kepentingan-kepentingan politik tertentu, tidak ada batasan yang jelas antara perjuangan mengakomodasikan nilai-nilai religius dengan perjuangan mendapatkan kekuasaan. Bahkan yang terjadi adalah pemanfaaan instan kekuatan ulama. Sebagai indikasinya merujuk pada Pemilukada 2007, ketika H. Syarif menang seolah komunikasi antara H. syarif sebagai Walikota dengan ulama terputus, hal ini ditandai dengan menjamurnya karaoke yang mendapat izin dari pemerintah yang menjadi kontroversi, Dalam kasus ini kita bisa melihat bagaimana terputusnya komunikasi politik dengan ulama.

Manajemen otonomi daerah


MANAJEMEN OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA 
OLEH : Edi kusmayadi

A.      HAKIKAT OTONOMI DAERAH
  1. HAK MENGURUS RT SENDIRI YG BERSUMBER DR WEWENANG PANGKAL DAN URUSAN PEM.PUSAT YG DISERAHKAN KPD DRH. ISTILAH SENDIRI AD. DLM HAK MENGATUR DAN MENGURUS RT MRPK INTI OTONOMI SUATU DRH, PENETAPAN KEBIJAKAN SENDIRI, PELAKSANAAN SENDIRI, PEMBIAYAAN SENDIRI DAN PERTGJAWABAN DRH SENDIRI.
2.      DLM KEBEBASAN MENJALANKAN HAK MENGURUS DAN MENGATUR RT SENDIRI, DRH TDK DAPAT MENJALANKAN HAK DAN WEWENANG OTONOMINYA ITU DI LUAR BATAS-BATAS WILAYAHNYA
3.      DRH TDK BOLEH MENCAMPURI HAK MENGATUR DAN MENGURUS WEWENANG PANGKAL DAN URUSAN YG DISERAHKAN KEPADANYA
4.      OTONOMI TDK MEMBAWAHI OTONOMI DRH LAIN, HAK MENGATUR/MENGURUS RT SENDIRI TDK MERUPAKAN SUBORDINASI HAK MENGATUR/MENGURUS RT DRH LAIN. DENGAN DEMIKIAN SUATU DRH OTONOM AD. DRH YG SELF GOVERNMENT, SELF SUFFICIENCY, SELF AUTHORITY, SELF REGULATION TO ITS LAWS AND AFFAIRS DARI DRH LAIN BAIK SECARA VERTIKAL/HOTIZONTAL KRN DRH OTONOM MEMILIKI ACTUAL INDEPENDENCE
TUJUAN PEMBERIAN OTONOMI DAERAH
1. DARI ASPEK POLITIK : UTK MENGIKUTSERTAKAN, MENYALURKAN INSPIRASI DAN ASPIRASI MASYARAKAT, BAIK UTK KEPENTINGAN DRH SENDIRI/MENDUKUNG POLITIK DAN KEBIJAKAN NASIONAL DLM RANGKA PROSES  DEMOKRASI DI LAPISAN BAWAH
2. DARI ASPEKI MANAJEMEN PEMERINTAHAN AD. UTK MENINGKATKAN DAYA GUNA DAN HASL GUNA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN, TERUTAMA DLM MEMBERIKAN PELAYANAN THD MASY DG MEMPERLUAS JENIS-JENIS PELAYANAN

3. DARI ASPEK KEMASYARAKATAN AD. UTK MENINGKATKAN PARTISIPASI  SERTA SERTA MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN MASY. DG USAHA PEMBERDAYAAN (EMPOWERMENT)

4. DARI ASPEK EKONOMI PEMBANGUNAN AD. UTK MELANCARKAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMB GUNA TERCAPAINYA TK KESEJAHTERAAN RAKYAT


MACAM OTONOMI YG PERNAH DITERAPKAN DIBERBAGAI NEGARA DI DUNIA
a. OTONOMI ORGANIK (RT ORGANIK)
b. OTONOMI FORMAL (RT FORMAL)
c. OTONOMI MATERIAL (RT MATERIAL/SUBTANTIF)
d. OTONOMI RIIL (RT RIL)
e. OTONOMI YG NYATA, BERTANGGUNGJAWAB DAN DINAMIS
OTONOMI ORGANIK ; OTONOMI INI MENGATAKAN BHW RT AD. KESELURUHAN URUSAN YG MENENTUKAN MATI HIDUPNYA BADAN OTONOMI DRH/URUSAN YG MENYANGKUT KEPENTINGAN DRH DIIBARATKAN SBG ORGAN KEHIDUPAN YG MRPK SISTEM YG MENENTUKAN HIDUP MATINYA MANUSIA
OTONOMI FORMAL ; APA YG MENJADI URUSAN OTONOMI TDK DIBATASI SECARA POSITIF, SATU2NYA YG MEMBATASI AD DAERAH OTONOM YBS, TDK MENGATUR APA YG TELAH DIATUR OLEH PERUNDANG-UNDANGAN YG LEBIH TINGGI TINGKATANNYA (RANGORDEREGELING). DG DEMIKIAN DRH OTONOM LEBIH BEBAS MENGATUR  URUSAN RT SEPANJANG TDK MEMASUKI AREA PEMERINTAH PUSAT (SERING DISEBUT OTONOMI SISA)
OTONOMI MATERIAL; KEWENANGAN DRH OTONOM DIBATASI SECARA POSITIF YAITU DG MENYEBUTKAN SECARA LIMITATIF DAN TERINCI SECARA TEGAS APA SAJA YG BERHAK DIATUR DAN DIURUS.
APABILA URUSAN PADA SUBSTANSINYA DINILAI MENJADI URUSAN PEM. PUSAT MAKA PEMERINTAH LOKAL YG MENGURUS RT SENDIRI PD KHAKEKATNYA TDK AKAN MAMPU MENYELENGGARAKAN URUSAN TSB.
OTONOMI RIIL; MRPK GABUNGAN ANT OTONOMI FORMAL DAN MATERIAL. UU PEMBENTUKAN DRH OTONOM PEM. DRH DIBERIKAN WEWENANG SEBG WEWENANG PANGKAL  DAN WEWENANG LAIN SECARA BERTAHAP. ARTINYA KEWENANGAN YG DIBERIKAN DISESUAIKAN DG KEBUTUHAN DAN KEMAMPUAN DRH
OTONOMI YG NYATA & BERTG JAWAB, DINAMIS ; OTONOMI DRH AD HAK, WEWENANG DAN KEWAJIBAN DRH UTK MENGATUR DAN MENGURUS RT SENDIRI SESUAI DG UU YG BERLAKU. SISTEM INI YG DISEBUT DESENTRALISASI FUNGSIONAL, ARTINYA KPD DRH DISERAHI SUATU HAK, WEWENANG DAN KEWAJIBAN UTK MENGURUS/MENGATUR RT SENDIRI.
KEWAJIBAN OTONOMI DAERAH
NUANSA KEWAJIBAN OTONOMI DAERAH DALAM UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH  NAMPAKNYA LEBIH MENONJOL DARIPADA NUANSA HAKNYA. MESKIPUN GAIRAH DAN TUNTUTAN OTONOMI DAERAH AKHIR-AKHIR INI LEBIH BANYAK BERASAL DARI BAWAH (BOTTOM UP), NAMUN PADA TATARAN OPERASIONAL TUNTUTAN OTONOMI DAERAH YANG TELAH MENDAPATKAN RESTU DARI PUSAT MENJADI PERSOALAN BARU DI MASYARAKAT, DISATU PIHAK MASYARAKAT MENGINGINKAN SESUATU DIPIHAK LAIN PEMERINTAH DAERAH MENGINGINKAN HAL LAIN, YANG TERJADI AKIBATNYA ADALAH KONFLIK. FENOMENA SEMACAM INI TERUS MENERUS TERJADI DI BERBAGAI DAERAH, SEHINGGA MUNCUL BERBAGAI PERTANYAAN DAN PERNYATAAN, APAKAH MANAJER PEMERINTAH DI DAERAH YANG KURANG MEMILIKI KAPASITAS DAN KAPABILITAS MEMIMPIN DAERAH ATAU MASYARAKATNYA YANG TIDAK MEMAHAMI KEPENTINGAN PEMERINTAH DAERAH, SEHINGGA MASYARAKAT DI DAERAH SERINGKALI KEHILANGAN KONTROL, BERLAKU BRUTAL, ANARKIS DSB. HAL INILAH BARANGKALI MENURUT HEMAT SAYA YANG PERLU DIPAHAMI DAN DILAKUKAN OLEH SEMUA PIHAK YAITU BAGAIMANA MENGEMBALIKAN PERILAKU MASYARAKAT DI DAERAH KE PERILAKU YANG DIDASARI OLEH ETIKA DAN BUDAYA LOKAL, AGAR KARAKTER BANGSA INDONESIA YANG TERKENAL RAMAH, SOPAN SANTUN, PENUH DENGAN RASA HORMAT TERHADAP SESAMA, MAU BEKERJASAMA DAN BERTANGGUNGJAWAB, DEMIKIAN PULA PEMIMPIN DI DAERAHNYA.
KARAKTER BANGSA
         Karakter bangsa adalah sifat mental atau etika yang kompleks, yang menjadi ciri suatu bangsa.
         Karakter ini merupakan “bawaan” yang melekat pada suatu bangsa:  cara berfikir, berkata, dan bertindak, cara respons. Contoh beberapa kasus di Jepang: toko barang bekas; perusahaan yang hampir bankrut
         Karakter bukan sesuatu untuk diperlihatkan kepada orang atau bangsa lain tetapi adalah sesuatu yang ditunjukkan meskipun tidak ada orang lain yang melihatnya
[Berikut adalah 6 pilar karakter dari Josephson Institute, htto://charactercounts.org/sixpillars.html, diakses tanggal 3 April 2010)]
  1. Trustworthiness (dapat dipercaya)
        Jujur
        Tidak curang,  mencuri
        reliable (lakukan apa yang dikatakan)
        Mempunyai keberanian (keteguhan) untuk melakukan hal yang benar dalam kondisi apa pun (integritas)
        Membangun reputasi
        Loyal (siap membantu keluarga/teman dan membela negara)
  1. Respect (menghormati orang lain)
        Menghargai terhadap sesama
        Toleran terhadap perbedaan
        Perilaku baik dan bertutur kata yang sopan
        Peka terhadap perasaan orang lain
        Tidak menyakiti orang lain
        Menahan amarah
  1. Fairness (adil)
        Sesuai aturan main
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda, Semoga Bermanfaat !!!