Seringkali kita sebagai bangsa yang memiliki kedaulatan penuh dalam segala hal, mengidentifikasikan diri/meniru atau latah dalam banyak hal, termasuk yang dilakukan oleh pengurus Ansor dengan pembentukan Densus 99, dari namanya saja sudah kelihatan ada keinginan untuk identifikasi dengan lembaga Densus 88 buatan Polri. Densus 88 mempunyai tugas pokok dan fungsi yang jelas, anggotanya dilatih secara khusus untuk penanggulangan terorisme di tanah air, penggunaan senjata standar jelas aturannya, mekanisme dan prosedurnya sesuai aturan main yang berlaku, atribut, simbol dan seragam distandarisasi dan memiliki legalitas formal. Oleh karena itu, jika Densus 99 bentukan PP Ansor dilengkapi dengan seragam yang mirip dengan satuan-satuan keamanan tertentu, saya khawatir nanti digunakan oleh oknum tertentu untuk maksud dan tujuan tertentu. Jika densus 99 bermaksud akan mengamankan sejumlah pesantren atau kyai dari ideologi lain selain ideologi Pancasila, atau membentengi ummat Nahdatul Ulama dari ideologi lain, maka banyak cara dan metode yang lebih elegan dan tidak terkesan latah. Para pendiri NU tahun 1926 pada dasarnya bertujuan untuk kemandirian pesantren dan kemerdekaan bangsa Indonesia dari imperialisme asing. Disamping itu, berdirinya NU adalah untuk menegakkan syariat Islam menurut ajaran Ahlussunnah Waljamaah dan mengajak bangsa ini untuk cinta kepada tanah airnya. Cinta tanah air dapat diaktualisasikan oleh masing-masing warga negara secara beragam. Para pendiri NU tidak sekedar belajar mengajar di pesantren, atau mendalami agama Islam, para pendiri NU juga mengajarkan ikatan kebangsaan. Para pendiri NU dan para kiai lainnya semuanya menunjukkan kemampuan memadukan ajaran Islam tekstual dengan konteks lokalitas, melahirkan wawasan dan orientasi politik substantif. Matode yang dilakukan para tokoh NU membawa ajaran Islam tidak melalui jalan formal, lebih-lebih dengan cara membenturkannya dengan realitas secara frontal, tetapi dengan cara lentur dan akomodatif. Politik kebangsaan seperti itu secara konsisten menjadi garis politik NU sepanjang perjalanan Indonesia merdeka. Dari awal kemerdekaan hingga ketika menghadapi gerakan separatis berbau agama seperti DI/TII di Jawa Barat, PRRI/Permesta maupun pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan pada 1950-an hingga 1960-an. NU berdiri tegas di pihak republik. Mereka juga selalu siap membela keutuhan NKRI dari intervensi luar. Garis politik seperti itulah yang memudahkan kalangan NU menerima Pancasila dan NKRI sebagai bentuk final perjuangan umat Islam. Oleh sebab itu, saya masih yakin dan percaya bahwa pesantren-pesantren di kalangan NU masih tetap konsisten dan tidak mudah untuk disusupi oleh ideologi lain, dan karenanya tidak perlu dijaga oleh densus 99.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar