Indonesia kembali diguncang, kali ini bukan disebabkan oleh gempa atau erupsi gunung merapi atau banjirbandang, melainkan oleh indoktrinasi faham/ideologi tertentu. Internalisasi nilai-nilai ideologi/faham yang dianut sekelompok orang akan dilakukan dengan cara-cara terselubung/latensi atau dengan cara-cara yang sifatnya terbuka/manifes, keduanya jika diterapkan akan berdampak pada tatanan kehidupan masyarakat yang sudah mapan menjadi bergejolak.
Belakangan ini hampir disetiap media pemberitaan memuatnya maraknya berita tentang pencucian otak yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sebagai bagian dari NII, terhadap warga negara Indonesia terutama kaum terpelajar dibeberapa daerah. Di lain pihak kita masih menyaksikan beberapa kali Densus 88 melakukan penyergapan terhadap warga negara yang dianggap sebagai teroris atau jaringan teroris bom Cirebon. Jika kita bandingkan antara gerakan cuci otak yang dilakukan oleh warga negara yang mengaku bagian dari gerakan NII, dengan gerakan yang dilakukan oleh teroris di Indonesia, maka dua-duanya sangat berbahaya, karena gerakan keduanya dapat bersifat latensi/terselubung susah untuk dideteksi, jika terjadi peristiwa disatu tempat baru kita sadar bahwa gerakan tersebut masih ada, yang bersifat manifes mudah untuk didetekti karena gerakannya nyata, jaringannya dapat dilacak. Pertanyaannya siapa yang dapat mendeteksinya dan melacaknya ?Jika salah sasaran atau cara-caranya dianggap tidak prosedural, maka hukum, pelanggaran HAM dsb, dapat menghambat upaya tersebut. Jika demikian hukum mana yang sejatinya ditegakkan, konstitusi dasar kita sudah secara jelas mengamanatkan bahwa nilai-nilai dasar bangsa Indonesia yang terkristalisasi dalam Pancasila merupakan dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara. Mengapa mesti menggunakan argumentasi dan logika lain tentang nilai-nilai dasar kemanusiaannya.
Category ›
pencucian otak itu sama gak ya ama hip notis itu
BalasHapus